OPINI

Keterbukaan Informasi di Dunia Maya Menjadi Pencetus Dokter Gadungan ?

Penulis dan Sumber :
Drg. Dian Artanty M.Si
Dosen FKG Universitas Muhammadiyah Surabaya
Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Hang Tuah Surabaya, Angkatan 22

SURABAYA – Belakangan ini marak berita yang mencoreng wajah fasilitas Kesehatan di Rumah Sakit Pelindo Husada Citra (RS PHC) dengan adanya oknum Dokter gadungan bernama Susanto. Masyarakat pun merasa resah dan mempermasalahkan beberapa hal terkait dengan bagaimana Rumah sakit bisa kecolongan?

Apakah sistem perekrutan Rumah Sakit dapat di pertanggungjawabkan ? Bagaimana dengan pasien-pasien yang sudah ditangani dokter gadungan ini? dan berbagai pertanyaan serta asumsi dari Masyarakat.

Pihak rumah sakit berkata bahwa sistem perekrutan mereka sudah sesuai dengan prosedur perekrutan yang digelar secara daring. Karena di Tengah pandemic virus corona (covid-19) pada tahun 2020.

Oknum Dokter gadungan ini bukan pertama kali melakukan aksinya sebagai dokter. Sebelumnya Susanto sudah pernah bekerja sebagai dokter di Grobongan Jawa Tengah dari tahun 2006-2008, sempat bekerja di Palang Merah Indonesia (PMI), serta beberapa rumah sakit, dan kemudian pindah. Bahkan Susanto pernah bekerja sebagai Dokter kandungan di Kalimantan. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah, bagaimana Susanto dapat nekat dan merasa percaya diri untuk menjadi Dokter gadungan ?

“Berdasarkan pengakuan Susanto, salah satu cara bagaimana dia memiliki ide menjadi Dokter gadungan antara lain karena banyaknya informasi yang mudah dia dapatkan di dunia maya, baik tentang identitas seseorang ataupun berbagai konten edukasi tentang Kesehatan.

Beberapa platform tentang konsultasi Kesehatan online atau yang biasa disebut dengan telemedicine banyak ditemukan di dunia maya. Baik yang berbasis realtime maupun yang menggunakan sistem Artificial intellegence dalam menyimpan informasi yang digunakan untuk menganalisa kondisi pasien.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2019 tentang telemedicine pada pasal 1 menyatakan,” bahwa, “telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh professional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, yang meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian, serta evaluasi, dan Pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan, untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan Masyarakat.

Selain itu di dalam pasal 2 menerangkan, tentang jenis pelayanan telemedicine dikatakan:“pelayanan telemedicine dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktek di Fayankes penyelenggara”.

Dalam peraturan Menteri Kesehatan yang sama pada pasal 12 juga disebutkan, ketentuan bahwa aplikasi yang boleh digunakan adalah aplikasi yang harus terintegrasi dengan Kementrian Kesehatan. Namun, pada kenyataannya ditemukan juga beberapa aplikasi yang dapat di akses dan digunakan namun tidak sesuai dengan ketentuan di atas.

Disamping itu juga banyaknya konten-konten Kesehatan yang ada di dunia maya yang seharusnya di peruntukan untuk edukasi tetapi yang terjadi malah digunakan untuk hal-hal yang melanggar hukum.
Untuk mengantisipasi masalah ini membutuhkan kerjasama dari banyak pihak seperti Pemerintah mungkin dapat membantu melakukan sosialisasi tentang bagaimana cara memanfaatkan dan mengamankan diri kita, baik dari penyalahgunaan informasi dari dunia maya. Sedangkan dari pihak platform, mungkin dapat menyediakan fitur pengamanan tambahan pada setiap aplikasi yang berbasis informasi kesehatan, untuk para tenaga medis yang terkadang juga membuat konten kesehatan mungkin harus lebih memperhatikan bagaimana tata cara pembuatan konten sesuai dengan etika iklan atau publikasi sesuai yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1787/menkes/per/XII/2010.

Disamping itu juga untuk instansi yang sering dijadikan sasaran penyalahgunaan informasi dunia maya dapat menambah kriteria sistem operasional prosedur (SOP) dalam setiap langkah pengambilan keputusan, sebagai contoh dalam kasus Dokter gadungan di atas pihak SDM mungkin bisa melakukan prosedur preventif dengan melakukan pengecekan keaslian semua dokumen dan penyesuaian informasi dan foto lewat organisasi profesinya terlebih dahulu.

Sedangkan bantuan dari pihak organisasi profesi mungkin dapat menyediakan database Para Dokter yang terdaftar dan dapat diakses dengan mudah.

“Dari kronologis diatas kita dapat sedikit mengambil pembelajaran bahwa, keterbukaan informasi dalam dunia maya itu seperti pedang bermata dua karena selain memberikan manfaat untuk kemajuan, peningkatan kesejahteraan, menambah kualitas informasi serta meningkatkan peradaban manusia sekaligus membuka peluang untuk menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum, dan kita memiliki hak penuh untuk menentukan akan digunakan untuk apa pedang tersebut.

Catatan: Isi naskah tanggung jawab penulis

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button