JATIM

Kasi Intel Kejari Banyuwangi : Modus Baru Tipikor, Penggalangan Dana Melalui Komite Sekolah Sudah Berada Ditaraf Meresahkan

Bagus Nur Jakfar Adi Kasi Intel Kejaksaan Negeri Banyuwangi

BANYUWANGI, JATIM, BN – Sejumlah wali murid Sekolah Dasar Negeri (SDN), Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kabupaten Banyuwangi mengeluhkan banyaknya pihak sekolah yang menarik pungutan untuk pembelian buku, sumbangan sukarela dan lain-lain dengan modus agar wali murid membuat surat pernyataan tertulis yang seolah olah atas inisiatif wali murid dan dibuat tanpa ada unsur paksaan.

Sumbangan sukarela menggunakan surat pernyataan ini terjadi hampir di semua sekolah negeri yang ada di kabupaten Banyuwangi. Bahkan ada yang besaran sumbangan sudah ditentukan dengan alasan kesepakatan wali murid.

“Sebenarnya kita keberatan, tapi ya gimana lagi, yang hadir para ibu, mau protes gak berani,” Jelas BB salah satu wali murid yang mengeluhkan sumbangan perbulan di sekolah anaknya.

Selain itu GC salah satu wali murid lain juga mengeluhkan anaknya yang sekolah di SD negeri yang setiap bulan harus membayar sumbangan sebesar 100 ribu yang dibayarkan pada paguyuban.

“Katanya sekolah gratis kok banyak tarikan sumbangan dan suruh nulis pernyataan, lebih baik bayar dari pada gratis tapi ada embel-embel sumbangan dengan pernyataan? Hasilnya sama aja sekolah bayar bukan gratis,” Jelasnya.

Sementara itu Kadis Pendidikan kabupaten Banyuwangi melalui kepala bidang SMP Drs Suratno, ketika ditemui awak media di kantornya, Kamis (25/07) menuturkan, sebenarnya untuk pembelian buku disekolah sudah dialokasikan menggunakan dana BOS.
Sedangkan pelaksanaanya harus melalui mekanisme online yang diatur oleh menteri menggunakan aplikasi SIPLAH (sistem informasi pengadaan belanja sekolah) dan harganya sudah sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).

“Setiap peserta didik harus memiliki 3 buku yaitu, buku teks utama, buku teks pendamping dan buku non teks, yang ketiga tiganya boleh dibeli menggunakan dana BOS,” Jelasnya.

“Sementara untuk pembelian buku non teks (buku bacaan) pembelianya diserahkan wali murid, sekolah tidak boleh mengkoordinirnya,” Imbuhnya.

Lebih lanjut, Suratno menambahkan, untuk peran serta masyarakat dalam pendidikan yang sifatnya menghimpun dana dari masyarakat, dirinya sudah mengingatkan melalui korwil untuk tetap berpegang pada Permendiknas No.75 Tahun 2016 tentang Komite sekolah.

“Komite yang seharusnya mengajukan Proposal ke sekolah bukan sebaliknya, dan yang namanya sumbangan itu prinsipnya ada 2, yang pertama nominal tidak boleh disamakan sedangkan yang kedua waktunya tidak boleh ditentukan,” Tambahnya.

Dilain terpisah, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Bagus Nur Jakfar Adi juga memberikan pernyataan tegas terkait adanya keluhan tentang keresahan wali murid yang sudah ramai dikeluhkan masyarakat.

“Kita sudah beberapa kali mendapat informasi terkait hal tersebut, dan beberapa hasil pantauan tim intelijen masyarakat golongan menengah kebawah merasa keberatan tapi mereka tidak berani menolak karena takut ada diskriminasi,” kata Bagus.

Lebih lanjut, Bagus mengatakan, beberapa kali Kejaksaan sudah mulai membenahi dan membuat inovasi mulai dari penggunaan dana BOP dan Dana BOS. Terbaru keluhan masyarakat Banyuwangi adalah terhadap penggalangan dana melalui komite yang sudah berada ditaraf meresahkan, utamanya masyarakat menengah ke bawah.

“Jangan sampai hal ini jadi modus tipikor gaya baru, utamanya pungli terselubung. Kejaksaan akan terus mengontrol persoalan ini, dan tidak segan segan memproses hukum jika ditemukan pelanggaran hukum,” kata Bagus. (ripto)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button