Diduga Ada Penyimpangan Tunggakan PBB PT.BA Sebesar Rp. 849.3 Milyar
Palembang –(BN) Ketua Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LI – TPK),Feri Yandi, SH segera membongkar dugaan penyimpangan tunggakan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan serta denda PT.BA sebesar Rp. 849.347.122.795 ( Delapan Ratus Empat Puluh Sembilan Milyar Tiga Ratus Empat Puluh Tujuh Juta Seratus Dua Puluh Dua Ribu Tujuh Ratus Sembilan Puluh Lima Rupiah).
Menurut Feri LI-TPK adalah Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai “social control of the change” dalam mewujudkan tata pemerintah dan tata pengelolaan keuangan yang baik dan transparan dalam upaya kepedulian terhadap pembangunan daerah.
Lebih lanjut Feri menjelaskan bahwa pihaknya mendapatkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Pendapatan dan Investasi pada PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan anak Perusahaan Tahun Anggaran 2013 sd 2014 di jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Lampung Nomor : 01/Auditorat VII/PDTT/01/2016 tanggal 5 Januari 2016
Diketahui bahwa Penyelesaian Perpajakan PBB Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (P3) PT Bukit Asam (Persero) Berlarut-larut Sehingga PT Bukit Asam (Persero) Berpotensi Terkena Denda atas PBB P3 yang Belum Dibayar.
PT BA sebagai salah satu pelaku usaha pertambangan juga memiliki kewajiban untuk membayar PBB, dalam hal ini PBB Perdesaan maupun PBB Pertambangan. Berdasarkan dokumen yang diperoleh terkait dengan kewajiban PT BA dalam pembayaran PBB diketahui Sengketa Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (PBB P3) tahun 2004 s.d 2010 antara PTBA dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Prabumulih PT BA Unit Tanjung Enim berada di bawah koordinasi KPP Baturaja sampai dengan tahun 2008 dan selanjutnya pemekaran wilayah menjadi KPP Pratama Prabumulih dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2015.
Berkaitan dengan kewajiban PBB PT BA, kedua KPP tersebut telah menerbitkan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2010, baik untuk PBB pertambangan maupun PBB perkotaan.
Atas semua kewajiban tersebut, PT BA telah melakukan pelunasan sesuai jumlah SPPT dan tanggal jatuh tempo pembayaran yang sesuai dengan peraturan perpajakan berlaku Namun demikian, pada 2 Desember 2013, KPP Prabumulih menerbitkan surat perintah pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB tahun 2004 s.d 2010. Kemudian pada tanggal 5 Desember 2013 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun 2004 s.d 2008.
Pada tanggal 25 November 2014 diterbitkan SKP untuk tahun 2009 dan pada tanggal 2 Desember 2014 diterbitkan SKP untuk tahun 2010, Atas penerbitan SKP tersebut, PT Bukit Asam melakukan upaya hukum dengan menyampaikan keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP Pratama Prabumulih pada tanggal 17 Januari 2014 untuk SKP tahun 2004 s.d 2008 dan pada tanggal 11 Desember 2014 untuk SKP tahun 2009 dan 2010 dengan pertimbangan Dirjen pajak menetapkan luas IUP seluas 365.263.612m2 sebagai objek pajak.
Pada tanggal 23 Desember 2014 diterbitkan Keputusan Dirjen Pajak tentang keberatan PBB atas SKP PBB tahun 2004 s.d 2008 sebagaimana tabel 3.12. Surat Keputusan tersebut menyatakan menolak atas pengajuan keberatan PBB, sehingga besarnya PBB yang terutang tetap sesuai dengan angka pada tabel 3.12. Sedangkan untuk SKP tahun 2009 dan 2010 masih berproses di Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung dan belum ada keputusan. Oleh sebab itu, PT BA melakukan banding atas penolakan keberatan atas SKP tahun 2004 s.d 2008.
Atas penerbitan SKP tersebut di atas, PT BA belum melakukan pembayaran karena sedang dalam proses melakukan upaya banding. Karena adanya perbedaan persepsi sebagaimana disebut di atas, maka masih terdapat pajak yang harus dibayar sebesar Rp.403.349.747.092,00.
Selain itu, KPP Pratama Prabumulih menerbitkan surat tagihan pajak (STP) untuk PBB tahun 2004 s.d 2010 disertai dengan pengenaan denda sebesar 25% senilai Rp100.837.436.773,00 karena berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.
Dengan demikian PT BA masih terdapat potensi pengenaaan PBB tahun 2004 s.d 2010 beserta dengan denda sebesar Rp.504.187.183.864 (Rp.403.349.747.092,00 + Rp.100.837.436.773,00).
Sengketa Pengenaan PBB P3 tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 antara PT BA dengan DJPP Pada tanggal 04 Agustus 2011 KPP Prabumulih menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan (SPPT-PBB P3) Tahun Pajak 2011 dengan nilai sebesar Rp.134.014.715.619,00. Atas SPT tersebut, PT BA mengajukan Keberatan atas SPPT-PBB P3 Tahun Pajak 2011 pada tanggal 12 Oktober 2011 dengan Surat Keberatan Nomor 219J/Eks-0100.02.06/X/2011.
Demikian juga untuk PBB tahun 2012. Pada tanggal 31 Juli 2012 KPP Prabumulih menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan (SPPT-PBB P3) Tahun Pajak 2012 dengan nilai sebesar Rp.132.286.469.489,00. Atas SPT tersebut, PT BA mengajukan Keberatan atas SPPT-PBB P3 Tahun Pajak 2011 pada tanggal 19 Oktober 2012 dengan Surat Keberatan Nomor 484.J/Eks-0200/KU.02.02/X/2012 sehingga nilai pajak menurut PT BA adalah sebesar Rp.43.584.259.679,00.
Namun demikian, pada Bulan 21 Oktober 2013 kantor wilayah DJP Sumsel dan Kepulauan Bangka Belitung menerbitkan surat Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP- KEP- 1980/WPJ.03/2013 yang menyatakan menerima sebagian keberatan PT BA sehingga PBB terutang menjadi Rp119.189.614.542,00.
PT BA sebagai pemegang IUP operasi produksi belum dapat melakukan kegiatan operasi produksi maupun konstruksi, sehingga penetapan bumi konstruksi tersebut tidak tepat. Selain itu, di atas areal tanah yang belum dibebaskan masih sepenuhnya menjadi hak milik, dikuasai dan dimanfaatkan oleh pemilik. Demikian juga pembayaran PBB masih menjadi tanggung jawab pemilik.
Selain itu, terkait dengan biaya produksi, DJPP belum memasukkan biaya-biaya yang dianggap oleh PT BA dapat menjadi pengurang untuk menentukan hasil bersih galian tambang, yaitu biaya administrasi, biaya penjualan dan biaya eksplorasi.
Dengan pertimbangan tersebut, PT BA telah mengajukan banding dan membayar sebesar 50%, yaitu sebesar Rp. 59.597.807.271,00 dari jumlah pajak terutang sebagai syarat pengajuan banding . Demikian pula untuk tahun 2013 dan 2014, terdapat perbedaan dalam penghitungan objek pajak, dimana menurut PT BA terdapat objek pajak berganda karena terdapat dua Nomor Objek Pajak (NOP) untuk objek yang sama. Selain itu, dalam objek pajak tersebut masih terdapat tanah yang belum dibebaskan sehingga masih menjadi milik masyarakat dan menjadi objek pajak lainnya.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa masih terdapat perbedaan-perbedaan persepsi antara DJPP dengan PT BA terkait pengenaan pajak yang sampai dengan pemeriksaan berakhir belum dapat diselesaikan.
Hal tersebut mengakibatkan PT BA berpotensi terkena kurang bayar PBB tahun 2004 sampai dengan tahun 2014 dan denda atas tagihan pajak yang belum terselesaikan minimal masingmasing sebesar Rp.748.209.686.022,00 dan Rp.100.837.436.773,00, Hal tersebut terjadi karena proses penyelesaian pajak berlarut-larut.
Atas permasalahan tersebut Direksi PT BA menanggapi bahwa PT BA sepakat dengan adanya permasalahan tersebut. Untuk PBB terutang tahun 2004-2007 pemeriksa pajak tidak menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir hasil pemerikasaan sebagaimana diatur dalam UU no 28 tahun 2007 tentang Ketentuan umum perpajakan dan PT BA belum menerima putusan pengadilan pajak untuk PBB terutang tahun 2011 yang menyatakan bahwa atas bumi dan konstruksi atau tanah yang belum dibebaskan tidak terutang pajak.
Untuk PBB tahun 2004 sampai 2008, saat ini masih dalam proses pengadilan pajak dan PT BA berupaya memenuhi kebutuhan dokumen terkait. Untuk PBB tahun 2012 dan 2013, saat ini masih berproses di pengadilan pajak, PT BA berupaya memenuhi seluruh dokumen terkait dan berkonsultasi dengan konsultan ahli perpajakan. PT BA juga meyakini bahwa PT BA sudah menyetorkan PBB melebihi dari yang seharusnya dan untuk penetapan denda yang tidak seharusnya PT BA akan melakukan upaya hukum, banding serta permohonan pengurangan denda sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Feri Juga menambahkan berdasarkan investigasi yang dilakukan anggotanya dilapangan khususnya mewawancari warga yang ada di Kelurahan Pasar Tanjung Enim atau di wilayah ex beheersterrein yang mencapai 63 hektar dimintai uang sewa.
“warga Pasar Tanjung Enim mengakui bahwa sejak tahun 2015 lalu bagian PT.Bukit Asam mengeluarkan surat edaran tentang sewa aset dan bangunan yang ada di Kelurahan Pasar dengan dibuatkan surat usulan dan berkas-berkas pendukung lainnya yang pada intinya masyarakat menyewa lahan dan bangunan kepada PT Bukit Asam Tbk Tanjung Enim” Jelasnya.
Saat itu ada sebagian masyarakat yang melakukan pembayaran melalui kesepakatan yang ditandatangani oleh senior Manager pengelolaan aset dan bangunan dan masyarakat yang bersangkutan dengan nilai kontrak bervariasi rata-rata di atas 1 juta, pada setiap tahunnya namun sejak tahun 2016 hingga sekarang praktek tersebut tidak berjalan lagi jelasnya.
Menurutnya bahwa pada tanggal 17 November 2014 lalu dikeluarkan perihal Pemberitahuan tentang penggunaan aset tanah dan atau bangunan milik PT Bukit Asam di lokasi unit penambangan Tanjung Enim yang saat itu ditandatangani oleh General Manager.
Adapun ke-5 butir pemberitahuan tersebut di point 5 berbunyi apabila Bapak Ibu saudara-saudari tidak mengajukan surat permohonan paling lambat 3 bulan sejak menerima surat ini maka PT Bukit Asam akan menarik kembali aset tanah dan atau bangunan tersebut, dasar inilah yang membuat masyarakat ketika itu banyak yang bingung tentang status tanah yang ada di Kelurahan Pasar Tanjung Enim jelasnya.
“ Kami akan membuat surat laporan kepada aparat terkait untuk mengusut kemana dana sewa yang dipungut dari masyarakat tersebut sehingga jelas kalau nanti ditemukan pelanggaran pihak aparat penegak hukum harus segera bertindak dengan melakukan penyidikan dan dapat diketahui siapa yang pang bertanggung jawab padahal Pajak Bumi dan Bangunan belum dibayar”. Tandas Feri.
Sementara itu pihak PT.BA melalui Sekretaris Perusahaan, Suherman belum bisa berkomentar terkait tunggakan PBB tersebut,” maaf pak. Saya lagi menghadiri undangan, nanti malam saya konfirmasi ke bagian pajak dulu,” jelas Suherman melalui Chat WhatSapp di nomor 08117891xx (MAS)