JAKARTA

Solusi Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan, DP Gelar Talk Show Media Lab secara virtual

Talk show Media lab Dewan Pers secara virtual (12/09/2021),

JAKARTA, BN – Kamis, 12 Agustus 2021, Dewan Pers (DP) menggelar acara talk show Media lab secara virtual. Tema kali ini mengangkat ‘Solusi Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan’.

Hadir dalam talk show sebagai nara sumber, Sasmito Madrim Ketua Aji Indonesia, Ade Wahyudin Ketua LBH Pers, Kepala Bagian Kerma Bareskrim Polri, Kombes Pol Didi Hayamansyah dan M.Agung Dharmajaya anggota Dewan Pers.

Mengawali pembicaraannya, Sasmito Madrim Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menerangkan Dewan Pers sebagai lembaga independen di Indonesia yang berfungsi melindungi kehidupan pers di Indonesia dan tindak lanjut proses hukum oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap perlakuan kekerasan yang diterima wartawan pada saat melakukan tugas jurnalistik.

” Saya harap dalam kesempatan ini UU Pers No.40 Tahun 1999 menjadi tolak ukur ketika wartawan dipidanakan. Sudah tepatkah jika wartawan tersebut dipidanakan sedangkan MoU antara Dewan Pers dan Polri sudah lama diberlakukan,” ungkap Sasmito.

Lalu kemudian kata Sasmito, langkah lanjutan proses hukum yang berjalan. Sejauh mana pelaksanaan proses peyidikan yang dijalankan kepolisian, durasi waktu, serta penyelesaian masalah.

Beberapa contoh disampaikan Ketua AJI, kasus kekerasan terhadap Kebebasan Pers Mei 2020-Mei 2021, divisi Advokasi AJI Indonesia mencatat ada 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang Mei 2020 hingga Mei 2021. Jumlah ini menjadi yang terbanyak dalam 10 tahun terakhir pada periode yang sama.

” Intimidasi, perusakan alat dan atau hasil liputan merupakan kekerasan dominan yang dialami jurnalis. Kemudian kekerasan fisik, ancaman kekerasan atau teror, dan pemidanaan/kriminalisasi,” jelasnya.

Dari sisi pelaku, polisi yang semestinya memberikan perlindungan terhadap jurnalis justru menempati urutan pertama dengan 58 kasus, disusul pelaku tidak dikenal 10 kasus, warga 7 kasus, TNI 5 kasus dan pejabat pemerintah/eksekutif 4 kasus.

Berbeda lagi sambungnya serangan digital terhadap jurnalis masih marak juga.Empat situs media online mengalami jenis serangan doxing, peretasan, dan dua serangan distributed denial-of-service (DDos).

” Menjadi pekerjaan rumah besar ,sejauh mana peran perlindungan DP dan Polri agar semua peristiwa kekerasan yang menimpa wartawan terang benderang dan teradvokasi. Selebihnya UU Pers menjadi acuan presisi dalam kehidupan kegiatan peliputan yang sesuai dengan Kode etik Jurnalistik,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bagian Kerma Bareskrim Polri Kombes Pol Didi Hayamansyah menjelaskan dalam hal ini Polri telah berupaya memberikan perlindungan terhadap kemerdekaan pers. Wartawan sebagai mitra kepolisian semisal saat mengalami posisi rawan ketika sedang menjalankan tugas jurnalistiknya pada peliputan demonstrasi.

“Salah satu upaya perlindungan bagi wartawan adalah memberikan rompi pers sebagai tanda bahwa yang memakai rompi itu adalah jurnalis yang sedang bertugas,” Ujar Didi di Jakarta (12/08).

Upaya perlindungan selanjutnya kata dia, memberikan pelatihan kepada wartawan mengenai praktek meliput dalam situasi unjuk rasa yang mengakibatkan kerusuhan. Maksud dan tujuannya agar pewarta sendiri memahami upaya apa yang harus dilakukan demi keselamatan dan aman saat bertugas.

” Berbeda dengan kekerasan terhadap wartawan di ranah digital. Tindakan kepolisian mengoptimalkan cyber campaign,” ucapnya.

Hal tersebut telah dilakukan melalui kanal cyber di You Tube. Selain itu, ada peringatan virtual polisi, portal patrolisiber.id, dan optimalisasi media sosial seluruh siber jajaran.
“ Upaya hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara,” ujarnya.

Ade Wahyudin Ketua LBH Pers juga menjelaskan, keterkaitan kerja insan pers dan perusahaan pers. Perlindungan bagi keduanya terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi.
” Lembaga atau perusahaan sudah harus terverifikasi DP dan wartawan juga wajib berkompeten. Selama kedua hal tersebut terpenuhi, DP
selama ini telah mengawal dan mendampingi permasalan baik yang telah berproses hukum atau penyelesaian dengan berpijak pada UU Pers sendiri,” kata Ade.

Lebih berhati-hati membedakan antara kerja peliputan yang menjadi karya jurnalistik tentunya berpijak pada KEJ. Bukan tindak pemerasan tanpa karya atau setelah pelaporan kasus (misalnya) diterima kepolisian perusahaan pers tidak berkonstituante dengan DP.

Keberimbangan nara sumber menjadi tolak ukur, membuahkan hasil karya yang berimbang dan independen.” Selama hal ini dijalankan, azas transparansi menyampaiakan Keterbukaan Informasi Publik adalah hak dan kewajiban insan pers yang dilindungi,” urainya.

M.Agung Dharmajaya anggota Dewan Pers menambahkan lebih mengedepankan proses penyelesaian pada ranah DP. ” Digunakannya hak jawab, hak koreksi, hak ralat dan permintaan maaf,” imbuhnya.

Pers merupakan pilar ke empat demokrasi yang memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
” Kesetaraan perlindungan ,jaminan keselamatan dan seterusnya adalah tanggung jawab bersama. Baik wartawan, lembaga pers dan Polri adalah satu kesatuan yang saling melengkapi,” pungkasnya.(boody)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button