JATIMPASURUAN

Sadar Atas Resiko Pulang Paksa, Berstatus Pasien Umum Mahal Pembiayaannya

Keluarga peserta JKN atas nama Akhmad Jakfar peserta program JKN – KIS segmen PBPU / kepesertaan mandiri kelas II di Warung Dowo Tengah, RT 01/ RW 07 Kec. Pohjentrek, Kab. Pasuruan, Jawa Timur

PASURUAN, BIDIKNASIONAL.com – Sempat diberitakan oleh salah satu media online dengan judul, BPJS Mandiri Dinonaktifkan karena Pulang Paksa ” Rakyat Miskin Tak Boleh Sakit “, terkait pasien Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) aktif, pasien rawat inap di RS Bangil Pasuruan atas nama Akhmad Jakfar warga Warung Dowo Tengah, RT 01/ RW 07 Kec. Pohjentrek, Kab. Pasuruan, Jawa Timur yang meminta pulang tanpa izin dan persetujuan dokter, atas permintaan sendiri atau pulang paksa dalam kondisi harus memperoleh tindakan lanjutan untuk mengatasi penyakitnya, keluarga pasien mengaku, menjadi pasien umum, biaya perawatan dan pengobatannya sangat mahal.

Ditemui di kediamannya oleh petugas BPJS kesehatan Pasuruan, salah satu keluarga pasien membenarkan bahwa hal itu terjadi pada saat pasien menjalani rawat inap di RS Bangil.

“Lebaran kurang seminggu lebih tepatnya, setelah denda kami bayar, kemudian kartu JKN sudah aktif dan bisa digunakan,” tutur ibu Solih sapaan lekatnya di Pasuruan, Selasa 24 Mei 2022.

Solih memaparkan, awal mulanya, kartu milik pasien sudah sejak lama tidak dibayar, jumlah denda sekira Rp.2.500.000. Setelah dibayar kartu langsung digunakan berobat ke RS Bangil. Dalam perjalanan perawatan di RS, pasien meminta pulang dengan sendirinya karena setelah divonis dokter sakitnya gagal ginjal pasien takut ada tindakan cuci darah.

” Jadi, lebaran empat hari itu, kami minta pulang atas permintaan sendiri dan sadar dengan resiko yang akan kami terima,” ujarnya.

Sebelum tanda tangan APS kata dia, semua dokter yang merawat, pihak farmasi, perawat dll, telah mengingatkan untuk tidak pulang paksa karena resikonya, saat berobat dengan kasus penyakit yang sama, maka kartunya akan tetap aktif namun pembiayaan akan ditanggung sendiri dan BPJS kesehatan tidak menanggung.

Lebih jauh Solih menyampaikan, pasien sudah berobat keluar masuk RS menggunakan BPJS kesehatan sejak 8 tahun yang lalu. ” Bisa dibilang sangat paham banget mbak, jika memang tidak bisa dibayarkan karena kesalahan kami sendiri, ya resikonya waktu berobat dengan sakit yang sama harus bayar sendiri. Kemudian permasalahan datang ketika memang pasien harus masuk RS lagi dan kami terkendala mengenai biaya,” terangnya.

Adapun dr. Dyah Miryanti Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pasuruan menerangkan tentang regulasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Pelayanan Rumah Sakit, berdasarkan Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, Manfaat yang tidak dijamin dalam program JKN yaitu Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.

Dari dasar tersebut maka dapat disimpulkan ketika Peserta Program JKN menjalani perawatan di Rumah Sakit maka segala prosedur pengobatan dapat dilakukan hingga pasien dinyatakan sembuh secara medis. Sehingga untuk kejadian pulang paksa atas permintaan sendiri sebelum dinyatakan sembuh termasuk tidak sesuai prosedur yang berlaku, maka perawatan selanjutnya yang masih berkaitan dengan kondisi pasien PAPS (Pulang Atas Permintaan Sendiri) sebelumnya tidak dapat dilakukan penjaminan. 

Ditambahkan nya, BPJS Kesehatan Pasuruan telah melakukan penelusuran terkait pasien atas nama Akhmad Jakfar warga warung dowo tengah, RT 01/ RW 07 Kec. Pohjentrek , Kab. Pasuruan. Berdasarkan penjelasan keluarga pasien sebagai berikut:

1. Pasien terdaftar menjadi peserta program JKN – KIS segmen PBPU / kepesertaan mandiri kelas II dengan status kepesertaan Aktif dan kemudian melakukan Perawatan di RSUD Bangil.

2. Tanggal 7 Mei 2022 istri pasien, Nur Kholifah telah mengisi pernyataan Pulang Atas Permintaan Sendiri hal tersebut sesuai permintaan pasien. Sebelum menandatangani pernyataan tersebut, sudah dijelaskan resiko – resiko PAPS oleh petugas Rumah Sakit termasuk jika kembali dirawat karena kondisi PAPS sebelumnya maka tidak dapat dilakukan penjaminan.

3. Pasien dengan sadar mengetahui hak dan kewajiban serta manfaat penjaminan selanjutnya yang akan hilang apabila mengajukan PAPS dan pihak Rumah Sakit telah menyampaikan hal tersebut.

4. Setelah dirawat di Rumah, pasien mengalami keluhan sakit kembali dan dibawa ke RSUD Bangil untuk Diagnosa yang sama. 

5. Pada saat pendaftaran di administrasi kembali dijelaskan oeh Pihak Rumah Sakit terkait manfaat penjaminan yang tidak didapat dikarenakan PAPS pada perawatan sebelumnya.

6. Pasien dan Keluarga telah memahami prosedur dan aturan yang berlaku. 

Budi Santoso Koordinator Wilayah (Korwil) Forum Peserta Jaminan Sosial (FP JAMSOS) Kota Surabaya

Dihubungi terpisah oleh wartawan media ini disela kegiatan nya, Budi Santoso Koordinator Wilayah (Korwil) Forum Peserta Jaminan Sosial (FP JAMSOS) Kota Surabaya menjelaskan bagaimana konsekuensinya Jika hal ini terjadi pada pasien peserta BPJS Kesehatan.

” Jelas diatur dalam peraturan mengenai pembayaran sendiri biaya rumah sakit bagi pasien pulang paksa atau APS ini diatur dalam Permenkes Nomor 59 Tahun 2014, dan Permenkes Nomor 27 Tahun 2014.

Perlu digaris bawahi, status kartunya masih tetap aktif. Tidak ada kebijakan untuk menonaktifkan kartu bagi BPJS Kesehatan. Sehingga jika pasien menderita sakit kartu tetap bisa digunakan untuk memeriksakan diri di FKTP, namun tidak pada penyakit yg sama pada saat pasien pulang paksa,” bebernya.

Selain itu lanjutnya, mindset berfikirnya sekarang, siapa BPJS Kesehatan dan siapa pembuat regulasi, apa tugas dan fungsi badan penyelenggara dengan faskes dan RS ?, masyarakat harus bisa membedakan.

Penting diketahui, JKN adalah program Presiden Republik Indonesia, terbukti dengan dikeluarkan nya Kartu Indonesia Sehat yang disebut KIS. Program ini lahir dari pemerintah yang mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kemudian pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan serta terbitlah Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

” Salah jika setiap faskes atau Rumah Sakit dikira BPJS Kesehatan. Badan Penyelenggara, perlu ditelaah lagi, BPJS Kesehatan adalah penyelenggara atau pelaksana kebijakan atas regulasi yang telah ada. Lebih tepatnya operator. Kritis menyikapi aturan yang dianggap kurang berpihak pada masyarakat Indonesia adalah kewajiban. Mari kita pentelengi dan suarakan pada pembuat regulasi. Itu akan lebih elegan,” tegasnya.

Pria yang masih aktif menulis disalah satu media ini menghimbau, mari dukung bersama, program yang telah berjalan membantu rakyat miskin. Penuhnya pasien di RS dan Fasilitas Kesehatan yang ada dibeberapa kota di Jawa Timur ini, rata-rata dihuni oleh pasien peserta JKN PBI (Penerima Bantuan Iuran) APBD maupun APBN diatas rata-rata 35 persen bagi RS maupun faskes yang telah bekerjasama dengan BPJS kesehatan dan diatas 60 persen pasien berstatus BPJS Kesehatan.

“Ayo dukung Indonesia menuju Universal Health Coerage (UHC) atau Jaminan Kesehatan Semesta, tidak ada lagi orang miskin dilarang sakit atau ditolak rumah sakit seperti jaman sebelum adanya program baik ini,” pungkasnya.

Laporan: Lipsus/red

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button