Gubernur Bicara 2 Kepala Daerah Yang Kena OTT KPK
SURABAYA, JATIM, BN – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo mengatakan intergri-tas tidak bisa dimasuki teknologi, karena integritas adalah hati atau nurani.
Integritas merupakan proses panjang yang ditentukan banyak hal, seperti kultur, lingku-ngan, gaya hidup.
Upaya memperbaikinya, dengan memper-kuat kultur dan spiritual, yang di Jatim po-tensinya besar, termasuk keberadaan para ulama atau kyai.
“Juga memberikan social punishment kare-na cara-cara tersebut tidak dibenarkan oleh peraturan perundangan, norma, dan hukum, ” ujar Pakde Karwo-sapaan akrab Gubernur Jatim ini menjawab pertanyaan wartawan mengenai OTT dua kepala daerah, Blitar dan Tulungagung, di press room wartawan, di Kantor Gubernur Jawa Timur, Jl. Pahlawan Surabaya, Jum’at (8/6).
Untuk itu, lanjutnya, pemilihan pejabat perlu dilakukan dengan teliti. Perlu dilihat track re-cordnya. Untuk pejabat Pemprov Jatim, misalnya, saat mutasi atau promosi pega-wai dilakukan penelurusan lima tahun sebelumnya.
Apabila mendadak memiliki mobil baru perlu dicheck dapatnya darimana. Demikian pula, tiba tiba life style hedonis muncul, perlu di-curigai. Bahasa Jawa lama disebut bobot, bebet, dan bibitnya.
Ditambahkan, tindakan semacam itu, juga dilakukan di Eropa, khususnya di Belgia da-lam pemilihan pimpinan banker yang berada di strata 16, dengan tracking dimulai sejak strata 12.
“Di negara sangat liberal pun, proses terse-but dilakukan. Pimpinan banker juga tidak boleh punya kebiasaan dugem sampai larut malam,” ujarnya.
Menurut Pakde Karwo, kebutuhan besar pencalonan sebagai kepala daerah dan sing-katnya periode kepemimpinan juga bisa menjadi penyebab tindakan absurd.
“Mendatangi warung saja harus menge-luarkan uang cukup besar. Apalagi waktu kampanyenya lama, yaitu 4,5 bulan,” ujarnya, yang mengusulkan waktu kampanye cukup dua minggu dan didukung teknologi yang calon tidak harus mendatangani masya-rakat.
Ia mengusulkan periode kepemimpinan se-lama tujuh tahun, tetapi hanya menjabat sekali. Alasannya, untuk masa jabatan lima tahun seperti saat ini, sebenarnya yang efe-ktif hanya dua tahun.
“Tahun pertama untuk konsolidasi, dua ta-hun berikutnya memimpin, dan dua tahun berikutnya persiapan pilkada masa jabatan kedua,” ujarnya menutup diskusi dengan wartawan. (dji)