Biaya Pendidikan Sumenep Mahal
SUMENEP, JATIM, BN – Setiap anak dalam usia 6-7 tahun memiliki hak untuk menge-nyam pendidikan dasar, ketika lulus dari pendidikan dasar akan melanjutkan pendi-dikan ke jenjang yang lebih tinggi SMP, SMA.
Untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dihadang oleh tekanan biaya yang harus dibayar oleh wali murid, tetapi tidak semua orang tua siswa itu mampu mem-bayar uang masuk sekolah yang dibebankan kesetiap wali murid.
Sedangkan komete sekolah tidak memihak pada siswa bahkan ditengarai komete ada-lah kepanjangan dari kepala sekolah. Merupakan kebiasaan tiap penerimaan siswa baru SMP SLTA dibebenkan biaya dengan tujuan untuk pembelian atribut dan uang pembangunan, sehingga sekolah ter-kesan bisnis tahunan.
Adanya UU nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, dikatakan anak berusia 7-15 tahun berhak untuk menda-patkan pendidikan minimal pada jenjang dasar tanpa adanya pungutan biaya karena seluruh biaya ditanggung pemerintah. Tetapi kenyataannya sampai sekarang bisnis itu tetap berjalan.
Sudah menjadi kebiasan tiap tahun sekolah lanjutan di Sumenep yang dibebankan berbagai macam alasan, seperti uang buku, uang seragam dan lain-lain. Malah di sekolah-sekolah Swasta masih membe-bankan biaya pendidikan dalam bentuk lain dengan alasan untuk meningkatkan mutu pendidikan dll.
Kita lihat semua tingkat pendidikan menga-lami kenaikan yang cukup tinggi setiap tahunnya, beberapa survey mengatakan pendidikan tiap tahunnya ada kenaikan sampai 20% biaya pendidikan. Dampaknya pada keluarga menengah ke bawah yang semakin tidak bisa menjangkau kebutuhan biaya hidup apalagi untuk biaya sekolah.
Komite sekolah anggota-anggotanya sebe-narnya adalah orang-orang yang dianggap punya kuasa dari wali murid tetapi kenyataanya tidak mewakili kepentingan keluarga siswa terutama siswa miskin. Contoh biaya yang sering diminta adalah biaya untuk pasang AC, biaya pasang CCTV dan biaya perpisahan, atribut, uang bangu-nan semuanya itu dibebankan kepada siswa, terutama pada sekolah-sekolah favorit negeri di Sumenep yang semuanya milik pemerintah dan semua pembiyaan ditang-gung pemerintah.
Kabid Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Sumenep H. Moh Eksan, Spd, MT ketika di konfirmasi mengatakan, tidak diharuskan siswa membeli baju seragam dan atribut di sekolah, walaupun disekolah itu dikelola oleh koperasi sekolah.
Untuk membeli di koperasi sekolah terserah siswa itu sendiri yang penting anak itu seragamnya sama dan tidak ada tekanan dari sekolah untuk meminta sumbangan bangunan gedung dll.
Lanjut Moh Eksan, di sekolah ada perwa-kilan wali murid yang terbentuk komite sekolah, komite sekolah itu mengadakan rapat oleh anggota komite untuk mewakili orang tua siswa tetapi bukan kepanjangan dari kepala sekolah, jadi komite itu harus memihak pada orang tua siswa. (yus)