Tagih Uang Sumbangan Komite, Siswa Kelas 3 SMPN Kedung Adem Diancam Tidak Boleh Ikut Unas
BOJONEGORO, JATIM, BN – Pengancaman terhadap siswa oleh pihak sekolah tidak boleh ikut Unas diduga terjadi di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Kedung Adem dengan alasan tidak membayar uang sumbangan komite sekolah.
Akibatnya, beberapa siswa yang selama ini belum membayar uang sumbangan komite, menjadi resah.
“Mendengar saya tidak boleh ikut Unas, karena belum membayar uang sumbangan, kosentrasi belajar saya buyar karena jelas-jelas tidak bisa ikut Unas yang akan di laksanakan tanggal 23 April 2018 nanti,” terang salah satu siswa kelas 3 yang enggan di sebut namanya.
Sementara, Halimah wakil dari sekolah dikonfirmasi BN membatah pihak sekolah menakut-takuti siswanya.
“Bukan menakut nakuti, tapi mengharapkan perhatian orang tua,” jelas Halimah melalui WA-nya.
Namun Halimah, tetap besikeras meminta pelunasan tunggakan siswa kepada walimurid namun tetap mengikutkan unas bagi siswanya yang belum melunasi.
“Harapannya seperti, siswa Unas sudah tanpa tanggungan apapun, tapi kalau memang njenegan blm bisa melunasi skrng tetap kami ikutkan Unas,” jelas Halimah kepada BN yang juga salah satu walimurid tersebut.
Menurut Halimah, pihak sekolah berjanji akan memberikan laporan terperinci penggunaan dana sumbangan komite.
“Insyaallah Bp/ibu guru SMP tidak akan menyalahgunakan kepercayaan yg diberikan walimurid. Setiap tahun kita laporan penggunaan dana kepada pengurus komite,” pungkas Halimah.
Perlu diketahui sumbangan pendidikan yang dilakukan komite sekolah bernominal paling sedikit Rp 900.000 persiswa dan itu wajib dibayar oleh walimurid, kalau tidak dibayar diduga pihak sekolah melakukan penekanan ke siswa menjelang ujian.
Dikutip dari web kemendikbud.go.id, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang menegaskan, Permendik-bud tentang Komite Sekolah maupun Permendikbud tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar tidak untuk membebani orang tua/wali yang tidak mampu.
“Sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua, karena sifatnya suka rela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa,” tegas Chatarina.
Sementara dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Sedangkan apa yang dilakukan pihak komite sekolah mengunakan tangan sekolahan diduga memaksa walimurid membayar sumbangan pendidikan, hal ini diduga jelas-jelas sudah masuk ke ranah pungutan liar.
Mengenai konstruksi hukumnya, diatur UU No. 20 Tahun 2001 Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), khususnya Pasal 12 huruf e. Pasal itu berbunyi, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang mem-berikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Sedangkan acaman hukumannya pidana minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Sementara itu adanya dugaan pungutan liar yang berkedok sumbangan pendidikan oleh komite SMPN Kedung Adem. Pihak Dinas Pendidikan Kebupaten Bojonegoro belum berhasil di konfirmasi BN. (Ags)