Tri Susanti Terdakwa Kasus Asrama Mahasiswa Papua Dituntut 12 Bulan Penjara
SURABAYA, JATIM, BN-Terdakwa kasus insiden Asrama Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Tri Susanti alias Mak Susi dituntut 12 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Ia dianggap bersalah lantaran telah menyiarkan berita bohong.
Pembacaan tuntutan terhadap Mak Susi ini dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Nizar, jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam tuntutannya, jaksa menganggap terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 14 ayat (1) ayat (2) dan pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
“Mohon pada majelis hakim agar menjatuhkan pidana selama 12 bulan penjara, dikurangi masa hukuman yang telah dijalani,” tegasnya, Rabu (29/1).
Dalam pertimbangan jaksa, hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga. Sedangkan yang memberatkan tindakan terdakwa dianggap telah membuat resah masyarakat.
Dikonfirmasi mengapa Susi dituntut dengan dakwaan kedua, bukan dakwaan pertama dengan pasal yang dijeratkan adalah pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Nizar beralasan jika penuntut umum hanya dapat membuktikan dakwaan kedua saja.
“Ya memang menurut kami dakwaan kedua lah yang dapat dibuktikan,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan ini, Susi menyatakan akan membuat nota pembelaan alias pledooi.
“Kami akan ajukan pembelaan yang mulia,” ujarnya.
Selesai menjalani sidang pembacaan tuntutan, sepanjang jalan mulai dari ruang sidang hingga ke ruang tahanan, Susi tak henti-hentinya menyanyikan lagu wajib nasional berjudul bendera merah putih. Dipandu oleh beberapa teman dan keluarganya, Susi meneriakkan lagu tersebut sepanjang jalan.
Sebelumnya, dalam perkara ini, Polda Jatim menetapkan Koordinator aksi pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Tri Susanti alias Susi, sebagai tersangka ujaran kebencian dan provokasi insiden tersebut.
Susi dijerat pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 160 KUHP, pasal 14 ayat (1) ayat (2) dan pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Selain Susi, Polda Jatim juga menetapkan tersangka lain, yakni Syamsul Arif. Pria yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu kecamatan di Kota Surabaya ini, diduga telah melontarkan ujaran rasial terhadap mahasiswa Papua.
Syamsul disangkakan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Kemudian, ada pula Andria Adrianyah, yang merupakan seorang Youtuber asal Kebumen, Jawa Tengah. Ia dijerat pidana, lantaran diduga telah mengunggah konten kerusuhan Asrama Papua, tidak sesuai faktanya, ia pun disangkakan dengan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Ada pula tersangka atas nama Veronica Koman. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim karena dianggap telah menyebarkan hoaks dan provokasi insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.
Pengacara hak asasi manusia yang berfokus kepada isu-isu Papua, ini pun dijerat dengan undang-undang berlapis, yakni, UU ITE, KUHP pasal 160, UU no 1 tahun 1946 dan UU no 40 tahun 2008. (FIN)