BUPATI LAMBAR JADI NARASUMBER DALAM RAKOR GUGUS TUGAS REFORMASI AGRARIA DAN SEMINAR NASIONAL
Bupati Lampung Barat (Lambar) Hi. Parosil Mabsus
LAMPUNG BARAT, bidiknasional.com – Bupati Lampung Barat (Lambar) Hi. Parosil Mabsus menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi (Rakor) gugus tugas reforma agraria dan seminar nasional yang diselenggarakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional malalui Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung yang dilaksanakan secara virtual, di kediamannya Lamban (Rumah) Dinas Bupati Lambar Komplek Kebun Raya Liwa (KRL), Pekon Perahu Kecamatan Balikbukit, Selasa (2/11/2021).
Rakor dan seminar nasional tersebut dibuka langsung Gubernur Lampung, Ir. Arinal Djunaidi yang diwakili Sekda Provinsi Lampung Ir. Fahrizal Darminto, M.A., bertampat di Radisson Hotel Lampung, dan dihadiri Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN,Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN yang hadir secara daring, Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN yang hadir secara daring, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung, Narasumber Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XX Lampung-Bengkulu, Narasumber Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi Provinsi Lampung, Kepala Organisasi Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung, serta Perwakilan dari Konsorsium Pembaharuan Agraria.
Selaku narasumber, Bupati Lambar Parosil Mabsus memaparkan terkait penyelesaian konflik status Pekon (Desa) Sukapura yang berada di Kecamatan Sumber jaya serta mengapresiasi pemerintah Provinsi Lampung, khususnya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung, Yuniar Hikmat Ginanjar yang telah memberikan ruang kepada Pamkab Lambar untuk menyampaikan persoalan konflik agraria yang ada di Kabupaten Lampung Barat.
“Kami menyampaikan apresiasi khusus kepada Bapak Kepala Kantor Wilayah, di mana Provinsi Lampung yang Alhamdulillah yukur pada kesempatan ini memberikan ruang kepada Pamkab Lambar untuk menyampaikan persoalan konflik agraria yang ada di Kabupaten Lampung Barat,” ucapnya.
Diketahui konflik agraria yang terjadi di Pekon Sukapura sudah terjadi cukup panjang, Parosil menerangkan jika persoalan yang terjadi itu mesti diselesaikan secara politik.
“Pemkab Lambar tentunya sudah berupaya sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan yang ada, tetapi tadi sudah disampaikan dengan kepala kantor wilayah, sebetulnya persoalan tanah yang ada di Pekon Sukapura ini memang persoalannya harus diselesaikan dengan secara politik,” terangnya.
Pada kesempatan itu, karena merupakan koordinasi gugus tugas terkait dengan konflik agraria Provinsi Lampung, Parosil berharap konflik agraria tersebut dapat segera terselesaikan.
“Saya menitipkan pesan dalam harapan, masyarakat yang sudah berdomisili selama 70 tahun di Pekon Sukapura ini dapat menempati atau menjadi masyarkat yang berdomisili secara hukum menjadi penduduk daripada desa Sukapura,” harapnya.
Mengigat, masyarakat Pekon Sukapura menuntut haknya karena mereka hadir dan bertempat tinggal di sana, merupakan sebuah kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini melalui utusan dari Biro Rekontruksi Nasional Nomor: 1/D.F/M/1951 tanggal 17 Mei 1951, dimana pemerintah Republik Indonesia melakukan transmigrasi rombongan masyarakat yang berasal dari daerah Tasikmalaya provinsi Jawa barat untuk diantarkan ke provinsi Lampung tepatnya di desa Sukapura. Akan tetapi, hingga saat ini status masyarakat yang menempati lokasi itu masih masuk dalam kawasan register hutan lindung atau hutan kawasan.
“Oleh karena itu besar harapan Pak Bupati kepada Bapak Wakil Menteri, dan juga kepada seluruh narasumber, khususnya Kepala Kantor Wilayah Pertanahan, serta Perwakilan Balai Pemantapan dan juga Pengawasan Hutan Wilayah 20, sangat berharap apa yang menjadi cita-cita, apa yang menjadi harapan dan keinginan daripada masyarakat Pekon Sukapura dapat sama-sama kita dukung dan dapat kita sama-sama wujudkan,” harapnya.
“Sehingganya ada ketenangan batin bagi masyarakat di sana, ada sebuah pengakuan khusus bagi mereka karena mereka sudah diantarkan oleh pendiri bangsa yaitu Bung Karno, dan tahun 1953 Bung Hatta juga menyusul datang ke desa Sukapura Kecamatan Sumber Jaya ini,” paparnya.
Perlu saya sampaikan, lanjut Parosil, kepada Bapak Wakil Menteri, disana ada tugu Soekarno, di sana juga ada lapangan yang namanya Soekarno Hatta, di situ juga ada yang namanya pabrik yang dulu diresmikan oleh Bung Hatta.
Menurut Parosil, hal itu menunjukkan bahwa masyarakat yang berasal dari Tasikmalaya adalah warga Indonesia yang baik yang sudah ikut berjuang sebagai bentuk dalam rangka pergerakan Republik Indonesia (RI) yang masuk dalam veteran RI, yang mereka hari ini sudah masuk generasi ketiga. Otomatis mereka juga harus diberikan pengakuan, diberikan penghargaan, bahwa mereka juga sudah ikut berjuang untuk tumpah darah Republik Indonesia ini.
Sebagai bentuk dukungan dan perjuangan dari Pemkab Lambar, upaya yang telah dilakukan ialah membentuk Tim Terpadu melalui Surat Keputusan Bupati Lampung Barat, menyampaikan Surat Permohonan Audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyampaikan Surat Bupati Lampung Barat kepada DPR RI, DPD RI, Presiden Republik Indonesia untuk meminta penyelesaian Status Pekon Sukapura.
Selain itu, melakukan rapat virtual dengan Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, dengan hasil menunggu terbitnya PP undang-undang Cipta Kerja.
Kemudian pada tanggal 14 Oktober 2021 Audiensi Bupati Lampung Barat kepada Kementerian Lingkungan Hidup sekaligus menyampaikan surat Bupati Lampung Barat perihal penyelesaian status Pekon Sukapura yang diterima oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan hasil menunggu tindak lanjut.
Terakhir Pemerintah Kabupaten Lampung Barat telah melakukan langkah pro aktif serta meneguhkan komitmen untuk memperjuangkan penyelesaian Sukapura dengan menganggarkan dana penyelesaian melalui APBD Kabupaten Lampung Barat.
Parosil berharap pada rakor gugus tugas reforma agraria dan seminar nasional itu, lahan yang ada dalam Kawasan Hutan Lindung seluas 319,90 hektar dapat dikeluarkan dari Kawasan Hutan Lindung sehingga adanya kepastian hukum bagi masyarakat Pekon Sukapura.
“Agar kiranya kita dapat sama-sama mendukung apa yang menjadi harapan daripada masyarakat yang ada di Pekon Sukapura, supaya ada legalitas pengakuan bahwa mereka memiliki hak atas tanah yang sudah ditempati selama 70 tahun tersebut,” tutupnya. (FIK)