BERITA UTAMAJABAR

Yusri Ardi Angkat Bicara Terkait Tanah Timbul di Desa Patimban, Kecamatan Pusaka Negara, Kabupaten Subang

SUBANG, JABAR, BN-Tokoh masyarakat Kecamatan Legon Kulon dan juga mantan Kepala Desa Bobos, Legon Kulon, Kabupaten Subang Yusri Ardi Soma angkat bicara terkait pemberitaan Koran Bidik Nasional Nomor 744/1-10 Oktober 2019. Dalam salah satu pemberitaannya disebutkan terkait pembangunan proyek pelabuhan internasional Patimban dan pembangunan akses infrastruktur yang tengah dilakukan di desa setempat. Menurutnya, seharusnya pemerintah daerah melihat terlebih dahulu persil wilayah area tanah yang dimilikinya dan jumlah penduduk warga Desa Patimban.

“Kita bisa melihatnya di arsip pemda. Tanah timbul tersebut merupakan kewenangan Menteri Agraria/BPN atau kanwil dan bukan jadi kewenangan desa. Namun fakta dilapangan justru tanah timbul tersebut menjadi milik pemerintah desa. Dengan berani pemerintah desa mengeluarkan Surat Keterangan Desa atau SKD atas hak tanah garapan. Apa yang mau digarap, tanahnya saja berupa lautan. Ini sudah jelas pembohongan publik,” kata Yusri, Jumat (11/10).

Ia berharap kepada seluruh pihak terkait serta kepada penegak hukum untuk turun tangan dan menangkap para oknum tersebut. Menurutnya, jika dibiarkan justru akan berdampak kepada kerugian lahan negara.

Terpisah, Kapolsek Pusaka Negara, Kompol Undang mengatakan, tidak mengetahui secara detail seperti apa asal usulnya.

“Saya tidak tahu permasalahn tersebut karena saya baru menjabat Kapolsek disini. Selama saya menjabat Kapolsek tidak ada pengaduan dari warga yang merasa dirugikan terkait adanya tanah timbul di Desa Patimban. Dan kalaupun ada bukan kewenangan saya, karena kami mengalami kekurangan personel yang ahli dalam penanganan tanah timbul. Hal tersebut menjadi kewenangan Kapolres dan bukan kewenangan saya,” katanya.

Sebagai informasi, permasalahan kegiatan pembangunan proyek pelabuhan internasional Patimban dan pembangunan akses infrastruktur di Desa Patimban, Kecamatan Pusaka Negara, Kabupaten Subang menjadi sorotan publik. Pasalnya, kegiatan pembanguan proyek tersebut diiringi dengan maraknya penjualan tanah timbul, Tidak sedikit tanah yang di tawarkan yang luasnya mencapai ribuan hektare serta harganya sungguh relatif murah. Hanya dengan bermodalkan Surat Hak Milik(SHM), Surat Pemberitahuan Pajak Terulang (SPPT) dan Surat Keterangan Desa (SKD) yang di tandatangani dan dikeluarkan oleh Kepala Desa Patimban maka tanah tersebut menjadi miliknya.

Berdasarkan surat edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 410-1293 tahun 2016 tentang penertiban tanah timbul dan reklamasi. ditegaskan, jika tanah timbul merupakan tanah yang di kuasai oleh negara. Baik penguasaan, pemilikan, serta penggunaaanya di atur oleh kementrian terkait.

Didalam peraturan Menteri Agraria/BPN juga diatur dalam tata cara pemberian dan  pembatalan hak atas tanah negara serta hak pengolahan lahan tanah Nomor 9 tahun 1999.

Namun faktanya tanah timbul tersebut dijual belikan secara bebas. Ada yang masih berupa empang, tanah bibir pantai dan ada juga yang masih berupa lautan.

Sementara itu, hasil penelusuran Bidik Nasional dilapangan menunjukkan banyaknya SKD yang tidak sesuai atas nama pemegangnya. Di dalam isi SKD tersebut atas nama pemegang tidak pernah menggarap ataupun mengelolanya. Diduga SKD yang di keluarkan oleh Pemerintah Desa Patimban dijadikan obyek memperkaya diri sendiri dengan cara menjualnya kepada para investor yang ada diluar daerah. Ini terbukti dengan banyaknya para pengusaha yang menguasai dan menempati lahan tersebut.

Dalam prakteknya pemerintah desa membentuk tim atau koordinator untuk pembuatan SKD. Masing-masing warga diberi jatah 2 hektare hanya dengan membayar uang pendaftaran dan uang pembuatan SKD tanah laut seluas ratusan hektar tersebut menjadi miliknya.  (M.Tohir/dul karim)

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button