Mempertanyakan Kesiapan Kota Palembang Dalam Penerapan PSBB
PALEMBANG, SUMSEL, BN-Koordinator FITRA Sumsel , Nunik Handayani mengatakan,
Kota Palembang telah ditetapkan sebagai daerah dengan berstatus Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB).
Penerapan PSBB tersebut berdasarkan surat dari Menkes RI No. HK.01.07/MENKES/307/2020 pada tanggal 12 Mei 2020. Namun demikian pemerintah Kota Palembang baru akan menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) pada H+2 Lebaran.
“Kami masyarakat tidak pernah tahu yang menjadi alasan mengapa Pemkot menunda begitu lama keputusan Menkes tentang Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) sementara perkembangan penyebaran pandemi covid-19 ini semakin masif tanpa ampun,” katanya.
Menurutnya, Seharusnya pemerintah bergerak cepat untuk mengantisipasi penyebaran dan penanggulangan pandemik covid-19 agar tidak menyebar secara liar ke daerah lain.
“Ada konsekwensi yang harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah, ketika wilayahnya akan mengajukan sebagai daerah berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terutama terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat yang terdampak, dan aspek keamanan tentunya,” terangnya.
Dia juga mempertanyaka bagaimana dengan Kota Palembang?. Belum lama ini pemerintah Kota Palembang telah menambah anggaran untuk pencegahan dan penanganan pandemik covid-19 sebesar Rp280 sehingga kurang lebih anggaran untuk penanganan covid-19 menjadi Rp 480 milyar rupiah.
Menurutnya, pemerintah pusat juga telah mengeluarkan peraturan berupa surat keputusan bersama dua menteri yaitu menteri dalam negeri dan menteri keuangan yaitu No. 119/2813/SJ & No 177/KMK.07/2020 yang mengatur tentang percepatan penyesuaian APBD 2020 dalam rangka penanganan covid-19 serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.
Dalam Surat Keputusan Bersama dua menteri ini antara lain meminta kepada kepala daerah untuk segera melakukan :
Rasionalisasi pada belanja pegawai dengan mengurangi honorarium kegiatan, pengelolaan dana BOS, mengendalikan /mengurangi pemberian uang lembur dan lain sebagainya.
Melakukan rasionalisasi terhadap belanja barang dan jasa sekurang kurangnya sebesar 50% dengan mengurangi anggaran belanja seperti anggaran belanja untuk perjalananan dinas, belanja untuk perawatan dan pemeliharaan kendaraan bermotor, sewa rumah/gudang/gedung, belanja barang habis pakai dll.
Melakukan rasionalisasi berupa pengurangan terhadap belanja modal sekurang- kurangnya sebesar 50% terutama pengurangan pada beban moda berupa pengadaan kendaraan dinas, pengadaan mesin dan alat alat berat, pengadaan tanah, renovasi ruangan/gedung meubeler, pembangunan gedung abru, pembangunan infrastruktur yang masih memungkinkan untuk ditunda pada tahun berikutnya.
Dia juga menyoroti kemampuan Palembang dalam PSBB, menurutnya, melihat pada kemampuan keuangan pemerintah Kota Palembang, sebagamana telah diatur dalam Perda No 15 Tahun 2019 tertanggal 31 Desember 2019 tentang APBD TA 2020 bahwa Pendapatan APBD Kota Palembang pada tahun anggaran 2020 adalah sebesar Rp 4,644,413,707,000 dengan perincian PAD sebesar Rp. 1.844.718.837.000, Dana Perimbangan sebesar Rp. 2.100.990.687.000 dan Lain lain Pendapatan Daerah yang sah sebesar Rp. 698.704.183.000.
Sementara Anggaran untuk Belanja Daerah sebesar Rp. 4.679.521.118.000 dengan perincian belanja tidak langsung sebesar Rp. 1.947.580.093.000,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 2.731.941.025.000.
Merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Kemenkeu, dari hasil melakukan rasionalisasi sebesar 50% pada belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal, maka potensi alokasi anggaran untuk penanganan dan penanggulangan pandemik covid-19 di Kota Palembang dari hasil refocussing dan realokasi anggaran, minimal anggaran untuk penanganan dan penanggulangan dampak covid-19 sebesar Rp. 1.332.993.752.250.
“Angka ini bisa jadi masih kurang mengingat angka kemiskinan di Kota Palembang lumayan tinggi sebesar 10.90% (data BPS 2019) belum ditambah dengan masyarakat yang terdampak,” ungkapnya.
Menurutnya, bila mengacu pada UU No 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular secara jelas disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan penanggulangan wabah penyakit menular, melalui pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina serta pencegahan dan pengebalan.
Sementara UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana terutama pada pasal 6,7 dan 8 serta pasal 26 ayat (1,2) yang mengatur bahwa pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat yang rentan serta memberikan bantuan berupa pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga harus bisa mengantisipasi terhadap dampak sosial-ekonomi dari wabah Covid 19. Pemerintah jangan hanya menghimbau masyarakat agar tidak panik, tapi juga memberikan fasilitas kepada masyarakat, karena sesungguhnya kepanikan masyarakat bersumber dari tidak adanya ketersediaan pangan ketika melaksanakan aturan pemerintah melakukan sosial distancing ataupun work from home, sementara sebagian masyarakat adalah menjadi pekerja harian yang harus bekerja diluar rumah.
Mengingat besarnya alokasi anggaran yg bersumber dari APBN maupun APBD yg akan dipergunakan untuk penanganan COVID-19 ini, agar tidak terjadi penyimpangan serta penyalahgunaan anggaran sehingga anggaran yg dialokasikan untuk penanganan dampak covid-19 bisa tepat sasaran serta dapat menjawab persoalan yang diakibatkan adanya pandemik covid-19, maka FITRA Sumsel mendesak :
Segera menyelesaikan carut marut tentang data penduduk miskin dan masyarakat terdampak covid-19 khususnya yang berhak menerima bantuan sosial untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan/korupsi.
Harus transparan dalam penggunaan anggaran penanganan wabah covid-19, yang di update minimal setiap bulannya.
Membuat portal pengaduan masyarakat khususnya tentang isu penanganan covid-19, yg direspon langsung oleh petugas sehingga tidak menimbulkan persoalan sosial dimasyarakat.
Melibatkan masyarakat sipil dalam proses penanganan covid-19, terutama dalam jaring pengaman sosial.
Catatan: Sumber Data APBD dari Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan RI
(Daeng)