Dituding Tidak Punya Kinerja Positif, BPD Desa Mulyasari Angkat Bicara
SUBANG, JABAR, BN-Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Mulyasari, Kabupaten Subang angkat bicara terkait pemberitaan Bidik Nasional (bn).
Dalam berita disebutkan, kepala desa, kepala dusun dan Gapoktan di desa setempat menuding BPD dibawah kepemimpinan Endang Ita nol besar dalam hal kinerja.
Kepada bn, Jumat (7/7) lalu, Endang Ita membantah tudingan yang dialamatkan kepada BPD Desa Mulyasari.
“Tentang kas desa berupa bengkok tahun anggaran 2020-2021 awalnya Kades memohon dan berharap kepada saya agar kas desa berupa bengkok segera di sewakan guna kesejahteraan para stafnya. Secara administrasi atau berita acara kesepakatan antara kades BPD dan penyewa tentang kas desa bengkok tahun anggaran 2020-2021 sampai hari ini tidak terjadi,” jelas Endang Ita.‎
Terkait tudingan bahwa BPD dalam masa pemerintahannya tidak pernah hadir ke desa selama kegiatan dampak Covid 19, Endang menjelaskan, fakta yang terjadi dia atas nama lembaga BPD selalu datang dan hadir selama kegiatan dan itu terdokumentasi berupa foto yang di arsipkan di sekretaris BPD.‎
Endang justru mempertanyakan sikap pemerintah desa yang selama kegiatan penyaluran BLT DD, bantuan sosial tunai (BST), bansos provinsi dan bansos kabupaten tidak pernah melibatkan dia selaku BPD dalam hal berita acara musyawarah pengalihan data keluarga penerima manfaat (KPM).
“Padahal teknis pelaksanaan kegiatan penyaluran bantuan dampak Covid 19 banyak sekali pengalihan atau perpindahan dan itu harus di musyawarahkan dengan BPD,” kata Endang.
Endang menambahkan, dugaannya benar bila salah satu staf desa datang ke dia membawa draf berita acara musyawarah kosong tidak ada jumlah KPM apalagi nama KPMnya, dan itu harus ditandatangani untuk pengajuan tahap berikutnya warga Desa Mulyasari ketika membutuhkan pelayanan pemdes harus dengan surat pengantar RT, kalau tidak ada pengantar dari RT pemdes menolak dan tidak dilayani.
“Disitu saja sudah jelas Pemdes Desa Mulyasari mengedepankan tertib administrasi, kenapa ke BPD tidak dilakukan, padahal kelembagaan BPD sudah di atur undang-undang desa, Permendagri maupun peraturan pemerintah,” ungkap Endang.
Di poin ketiga tentang perkataan para kadus bahwa BPD tidak ada kerjanya dan tahunya duit aja ketika ada pencairan kewajiban ke desa tidak pernah datang/hadir.
“Jelas kami dari lembaga BPD membantah perkataannya. Kami selalu datang dan hadir ketika desa megundang kami baik surat resmi maupun lewat Whatsapp grup Pemdes Mulyasari. Kami tahu aturan tugas pokok fungsi BPD, sampai hari ini BPD tidak pernah alpa untuk kegiatan kegiatan penting di desa yang sekarang sedang berjalan,” bantah Endang.
Mungkin yang kadus maksud tentang piket kehadiran di desa dari Senin sampai Jumat, lanjut Endang, itu kebijakan internal kelembagaan BPD, dalam aturan manapun tidak ada yang mengatur BPD harus piket setiap hari, di era jaman teknologi coba belajar dan buka tentang aturan.
Untuk masalah uang yang diributkan para kadus, itu uang tunjangan dari anggaran dana desa (ADD) dan kesejahteraan dari PAD yang sudah di tetapkan perbup dan perdes.
“Fakta yang saya lihat di lapangan sekarang ini para kadus disulap menjadi LPM, rincian anggaran biaya (RAB) dia pegang, sekaligus menjadi pelaksana pembangunan itukan sudah menyalahi aturan tupoksi nya sebagai kadus, justru sebalik nya para kadus haus uang dan ribut masalah uang,” ujarnya.
Untuk perijinan keramaian, lanjutnya, biasanya masyarakat harus mengeluarkan uang minimal Rp 550 kalau di urus oleh kadus, sedang kalau mau di urus sendiri gratis. Kebanyakan masyarakat awam apa lagi harus menghadapi TNI-POLRI, masyarakat yang mau ngurus ijin keramaian kebanyakan melalui jasa kadus ketimbang ngurus sendiri.
Keterangan tambahan buat ketua gabungan kelompok tani Desa Mulyasari (Gapoktan) kami dari lembaga BPD bukan jawara yang suka berkelahi.
“Kami mempunyai tugas wajib menampung aspirasi dari masyarakat maupun petani jika ada keluhan. Ketua gapoktan selama menjabat tidak pernah mengeluhkan kepada kami tentang masalah air. Maaf untuk pengangkatan ketua gapoktan baru aja kami dari lembaga BPD tidak dilibatkan pada waktu serah terima jabatan (sertijab), pengangkatan Rt,Rw saja kami dari BPD yang menjadi panitia nya, kenapa ada pengangkatan gapoktan baru kami dari kelembagaan BPD tidak di beritahu. Administrasi apa yang dipakai Pemdes Mulyasar?,” katanya.‎
Program kementrian pertanian dampak covid 19 pemerintah menyalurkan bantuan berupa uang tunai sebesar Rp1,8 juta per KPM buruh tani, apa kami di libatkan dalam hal itu, harus nya ada musyawarah dengan kami secara kelembagaan, karena itu bagian dari tupoksi kami sebagai lembaga BPD.
Informasi yang kami dapat dari sumber KPM yang kami klarifikasi, dana yang KPM terima tidak utuh, di sini saja mungkin masarakat desa mulyasari bisa menilai sebetulnya siapa yang ribut uang. (Cucu nury/sumarno/tim)