Dugaan Rekayasa Pailit PT Gusher Terbongkar, Mochammad Hasan SH : Pelaku Siap-Siap Aja Dipenjara
SURABAYA, JATIM, BN-Dugaan Kasus Pemalsuan surat kuasa dalam perkara PKPU/Pailit PT Gusher Tarakan mulai terbongkar. Hal itu diketahui dari hasil perkembangan laporan Leny (50), di Polda Jatim dengan nomor LP/1245/X/2017/UM/SPKT Polda Jatim.
Laporan tersebut saat ini ditangani oleh Polrestabes Surabaya, karena telah dilimpahkan oleh penyidik Polda Jatim.
“Hasil Labfor tanda tangan tidak identik, Penyidik juga sudah rampung melakukan gelar perkara. Itu artinya para pelaku siap-siap aja dipenjara, karena hanya tinggal menghitung hari untuk memperjelas status para pelaku,” ungkap Mochammad Hasan SH., kuasa hukum Leny, kepada wartawan, Rabu (16/9).
Dijelaskan Hasan, nama Leny telah dicatut sebagai salah satu kreditor konkuren dalam perkara PKPU/Pailit nomor 7/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN SBY. Di Pengadilan Niaga Surabaya. Padahal, ia bukanlah kreditor melainkan pembeli lunas tenant atau salah satu pemilik stand di Grand Tarakan Mall (GTM) yang dikelola PT Gusher.
“Yang jelas klien kami bukan kreditor PT Gusher, tapi namanya dicatut oleh oknum Advokat ber inisial FS, yang mengaku sebagai kuasa hukum atau mendapat surat kuasa dari klien kami untuk beracara di pengadilan,” papar Hasan.
Perkembangan hasil penyidikan BAP penyidik kepolisian juga telah mengarah adanya aktor intelektual yang sengaja memiliki kepentingan dan menjadi dalang dari penggunaan surat kuasa palsu itu.
“Dari pengakuaan terlapor (FR), ia mengaku mendapat surat kuasa itu dari Tafrizal Hasan Gewang (Alm) yang merupakan salah satu kurator dalam perkara PKPU/Pailit PT Gusher,” beber Hasan.
Dikesempatan yang sama, kuasa hukum PT Gusher Tarakan, Hermawan Benhard Manurung mengaku tidak kaget dengan munculnya tokoh intelektual dalam perkara rekayasa Pailit ini.
Ia menyatakan telah mengetahui rekam jejak kurator Tafrizal Hasan Gewang.
Pada 2012 silam, kata Benhard, yang bersangkutan (Alm. Tafrizal Hasan Gewang) bersama satu orang kurator lainnya, dijatuhi hukuman 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena terbukti melakukan tindak pidana penggelapan uang puluhan miliar atas penjualan asset dalam pengurusan boedel pailit PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI).
Sedangkan Kasus pailit yang membelit PT Gusher menurut Benhard, tidak bisa lepas dari sosok intelektual yang menjadi dalang untuk merekayasa perkara ini.
“Ini yang disebut dalam yurisprudensi tergolong Intelectuele Valsheid, atau Pemalsuan Intelektual,” paparnya.
Setelah Kurator Tafrizal Hasan Gewang meninggal, Hakim pengawas menunjuk Agung Kurniawan SH., SE., MM., MH, yang berkantor di Jl. Melati Putih 74 A Kemanggisan Slipi, Jakarta Barat. sebagai Kurator dalam perkara ini.
Benhard menilai, pergantian kurator dalam pemberesan boedel pailit ini hanyalah meneruskan upaya konspiratif yang diduga terjadi sebelumnya.
Ironisnya, lanjut Benhard, kurator dan KPKNL Kota Tarakan mengabaikan hal itu dan terus berupaya melakukan pelelangan Aset milik PT Gusher Tarakan, padahal proses lelang itu sebelumnya telah digugat di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) nomor 23/Pdt.G/2020/PN.Tar.
Selain itu, masih terdapat upaya hukum kasasi dalam gugatan lain-lain Nomor 6/Kas/G lain-lain/2020/PN Niaga Sby, atas putusan pailit No 7/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN SBY jo No 8/Pdt.sus-PKPU/2017/PN.Niaga Surabaya, yang hingga saat ini masih dalam tahap pemeriksaan oleh hakim Mahkamah Agung (MA).
Gugatan PMH maupun Kasasi tersebut menurut Benhard berdasarkan sejumlah bukti, dimana para direksi dalan perkara PKPU/Pailit PT Gusher adalah direksi “abal-abal” yang tidak memiliki legal standing sebagai pihak yang dapat mewakili perusahaan di Pengadilan.
“Para direksi tersebut antara lain Steven Hakim dan Hendrik Hakim, Bapak dan anak yang merupakan direksi lama yang telah dipecat dan tidak memiliki jabatan apapun di Perusahaan.”ungkap Benhard.
Hal itu terbukti dengan keluarnya akta Notaris Nomor 12 tertanggal 14 Maret tahun 2016 tentang Risalah Rapat PT. Gusher Tarakan. Bukti tersebut menerangkan bahwa Hendrik Hakim diberhentikan dari jabatannya selaku Komisaris PT. Gusher Tarakan dan memberhentikan Steven Hakim dari jabatannya selaku direktur PT. Gusher Tarakan.
Akta tersebut juga memuat Perubahan susunan Direksi Perseroan, dimana yang menjadi Direktur Utama (Dirut) yaitu Gusti Syaifuddin, kemudian sebagai Direktur adalah Agus Toni dan yang menjabat Komisaris ialah Denny Mardani.
“Artinya, sewaktu perkara PKPU/Pailit ini bergulir di PN Niaga Surabaya pada tahun 2017, mereka bukan lagi direksi yang dapat mewakili perusahaan didalam maupun diluar Pengadilan,” papar Benhard.
Sedangkan nilai utang sebesar 80 Miliar di Bank Negara Indonesia (BNI) Tarakan juga dinyatakan sebagai utang pribadi Steven dan Hendrik yang menurut Benhard tidak memiliki korelasi hukum dengan PT Gusher.
Hal itu diperkuat dengan turunnya Putusan Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) No 363/PK/Pdt/2019 tertanggal 12 Juni 2019 antara Henrik Hakim dan Steven Hakim selaku pemohon PK melawan PT. BNI selaku Termohon PK dan Gusti syaifuddin, SH, Deny Mardani, PT Gusher Tarakan selaku Turut Termohon PK dengan amar Menolak Permohonan pemohon Peninjauan Kembali.
Putusan itu juga menguatkan putusan PK tahun 2011, yakni Putusan PK Nomor 762 PK/Pdt/2011 tentang perjanjian kredit antara BNI dan Steven Hakim serta Hendrik Hakim.
“Bukti (putusan) menerangkan dan menguatkan Putusan Nomor 762 PK/ Pdt/ 2011 yang mana Perjanjian Kredit antara Steven Hakim dan Hendrik Hakim dengan PT. BNI bukan merupakan pinjaman dari PT. Gusher Tarakan tetapi merupakan pinjaman pribadi Steven Hakim dan Hendrik Hakim,” ungkap Benhard.
Atas serangkain bukti itu, Steven Hakim juga telah dilaporkan oleh PT Gusher di Polrestabes Surabaya Nomor LP STTLP/323/B/IV/2017/JATIM/RESTABES SBY, dengan laporan pasal 242 KUHP tentang dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu dibawah sumpah. (ags)