JATENGKENDAL

Ketua Sekber Wartawan Indonesia DPW Jateng Dukung Kapolres Sampang dan Dewan Pers

KENDAL, BIDIKNASIONAL.com – Menanggapi pemberitaan dari berbagai media, tentunya ada perbedaan pendapat bagi perusahaan media dan bagi para jurnalis yang ada di Indonesia, namun setiap warga negara Indonesia semua punya hak yang sama, Perlu saya sampaikan kepada seluruh rekan rekan wartawan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tergabung di organisasi SWI. Saya pribadi juga atas nama Sekber Wartawan Indonesia DPW Jawa Tengah tetap mendukung Dewan Pers.

Atas nama pengurus Sekber Wartawan Indonesia DPW Jawa Tengah menyatakan sangat mendukung Kapolres Sampang dan Dewan Pers, memang benar kebebasan pers harus ditegakkan, Namun akan lebih berkualitas dan profesional jika Perusahaan media harus melalui Verifikasi dan wartawan harus melalui Sertifikasi Dewan Pers. Maka dari itulah, Pentingnya verifikasi media dan Sertifikasi Wartawan.

Suroto Anto Saputro Wartawan Muda asal Kabupaten Kendal sekaligus Ketua Sekber Wartawan Indonesia DPW Jawa Tengah mengatakan, saya pribadi sedikitpun tidak pernah meragukan tentang Dewan Pers, Walaupun masih ada pihak yang menggugat Dewan Pers agar membatalkan peraturan tentang sertifikasi sekaligus juga verifikasi media karena dianggap melanggar kemerdekaan pers, saya pribadi juga sangat setuju dan mendukung Pernyataan Kapolres Sampang dan Dewan Pers, “kata Ketua SWI Jateng, saat ditemui salah satu rekan wartawan di kediamannya, Desa Pucuk Sari Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal Jawa Tengah, Minggu 19/6/2022.

Ketua SWI Jateng juga menjelaskan, Perlu di pahami, Berbeda pendapat itu hal yang biasa, karena bisa dimaklumi, masih banyak yang belum faham tentang urgensi Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) dalam realita media dan kewartawanan saat ini. Sesuai yang tertuang di Peraturan Dewan Pers No. 1 tahun 2010, yang diperbarui dengan Peraturan Dewan Pers No. 4 tahun 2017 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan menyebut ada enam tujuan SKW.

Pertama, Meningkatkan kualitas dan profesionalitas bagi wartawan, Kedua, Menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers, Ketiga, Menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik, Keempat, Menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual, Kelima, Menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan, Keenam, Menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.

Dari tujuan di atas dapat disimpulkan beberapa hal. Produk jurnalistik adalah karya intelektual, sehingga proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kalaupun ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula.

Tentang UKW, dengan demikian mengukur apakah seseorang yang bekerja sebagai wartawan, dengan beberapa ukuran yang dibuat, sudah pantas disebut sebagai profesional, untuk tingkatan muda, madya, atau utama. Semua wartawan pasti dapat sesuai standar.

Misalnya, Wartawan yang profesional juga diharuskan memiliki perencanaan, apakah dalam meliput suatu acara (untuk kelompok muda), atau membuat liputan investigasi atau indepth (untuk kelompok madya). Ada banyak hal bersifat teknis, yang disebut sebagai pengetahuan atau ketrampilan jurnalistik, yang sangat vital dimiliki wartawan profesional, sebelum dia berhak mendapatkan sertifikat dan kartu kompetens.

Dengan mengikuti uji kompetensi wartawan di level muda, madya, utama, juga sudah memahami pesoalan etik dan hukum terkait pers agar dapat lolos ujian. Mulai dari yang bersifat elementer seperti sikap profesional terhadap narasumber, tidak mengintimidasi, sikap berimbang, konfirmasi, sampai dengan sikap independen dan berpihak pada kepentingan publik di tahapan yang lebih rumit. Bahkan, rambu-rambu tentang tidak menerima suap, tidak menerima imbalan terkait berita, tidak plagiat, langsung dikaitkan dengan pencabutan kartu kompetensi, apabila itu dilakukan mereka yang lulus uji kompetensi.

Hal seperti itu sungguh penting bagi wartawan dari media-media kecil baik di kota maupun di daerah tingkat dua, yang hampir tidak pernah disentuh pelatihan, sebab proses uji kompetensi sekaligus dijadikan juga sebagai proses berbagi pengetahuan dan pengalaman dari pengujinya. Apa yang boleh dan tidak boleh, ditularkan.

Semenntara, mari dilihat dari tujuan SKW, wartawan didudukkan dalam posisi strategis dalam industri media, tidak sekadar buruh, pekerja, yang sekedar komponen pelengkap. Dengan demikian pemilik media tidak dapat seenaknya menempatkan orang. Posisi vital newsroom harus di isi oleh orang yang memiliki kompetensi sesuai tingkatannya. Promosi juga memperhitungkan kompetensi, sehingga manajemen harus menyiapkannya, orang itu agar sesuai kemampuan jabatannya, tidak secara sembarang langsung menunjuk. Kedudukan strategis sebaliknya juga membuat manajemen tidak sembarang membuang orang orang yang berkompetensi tinggi, sebab newsroom selalu membutuhkan orang kompeten.

Selain itu, kaitannya dengan verifikasi media, salah satu tuntutan aturan adalah pemimpin redaksi dan penanggungjawab harus memiliki kompetensi utama, sementara newsroom juga diisi wartawan yang terverfikasi. Alasannya adalah media yang berperan dalam membangun dan membentuk opini publik – bahkan menggunakan frekuensi publik di media penyiaran harus dikelola orang yang memiliki kompetensi. Artinya orang yang memahami etik dengan segala praktiknya, agar publik mendapat informasi yang sesuai kebutuhannya. Bukan informasi yang telah terpapar kepentingan tertentu.

Disisi lain pentingnya UKW adalah semakin terdegradasinya wartawan di mata orang-orang, katakanlah Kepala Desa, Kepala Sekolah, Pejabat operasional di tingkat Kabupaten/Kota. Hampir setiap hari mereka didatangi sampai diintimidasi dan diperas oleh orang yang mengaku wartawan, karena mereka membawa kartu pers atau surat penugasan. Mereka itu selalu datang dengan mengatakan untuk konfirmasi kasus penyelewengan, entah dalam tender, rencana pengadaan barang atau pengerjaan proyek. Kalau yang didatangi mau bayar, beritanya tidak jadi. Ada pula yang ingin dibayar dalam bentuk iklan tembak, pasang tanpa persetujuan.

Perlu di ketahui, Satu Kabupaten di Sumatera Utara memanfaatkan UKW untuk menyaring wartawan sungguhan yang mencari informasi untuk diberitakan dan wartawan yang hanya bertanya-tanya lalu mendapatkan amplop secara rutin. UKW dilakukan secara gratis, dari perkiraan biaya sekitar Rp 1 juta, dengan catatan setelah semua wartawan yang bisa meliput di wilayah itu ikut UKW maka hanya yang lulus dan kompeten yang dilayani Humas. Ternyata hanya 60% yang berani ikut UKW, lainnya takut karena sebenarnya tidak tahu membuat berita dan menjadikan status wartawan untuk cari makan dengan berbagai cara.

Diseminasi informasi Dewan Pers dengan kalangan itu menunjukkan mereka, perlu sesuatu untuk menyaring mana wartawan sungguhan dan mana wartawan gadungan. Kartu kompetensi adalah ukuran yang sesuai aturan dan bertujuan ganda karena selain melindungi masyarakat sekaligus menunjukkan jati diri wartawan sesungguhnya. Masyarakat jadi tahu mana wartawan baik yang bertujuan memberitakan, sehingga patut diterima dan diberi informasi, dan mana wartawan yang hanya memeras dan mengintimidasi sehingga patut dilaporkan ke Polisi, “Bagi puluhan ribu Kepala Desa, Kepala Sekolah, petugas humas di Kabupaten/Kota, media yang terverifikasi Dewan Pers hal yang penting, wartawan yang lulus UKW juga menjadi hal penting, “jelasnya.

Laporan: Peni Kusumawati

Editor: Budi Santoso

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button