JATIM

Habiskan Dana Rp 150 Juta, Ritual Petik Laut Pancer Sukses

BANYUWANGI, JATIM, BN – Kegiatan Petik Laut Pancer diadakan setiap setahun sekali, tepatnya tahun baru Islam 1 Muharam. Panitia kegiatan membuat acara setahun sekali untuk mewujudkan ritual Petik Laut Pancer berjalan lancar dan kondusif. Panitia bersama anggota dan tokoh masyarakat nelayan dan tokoh pemuda menggali dana dari masyarakat dengan swadaya masyarakat nelayan mencapai Rp 150 juta.

“Dana Rp 150 juta itu murni dari swadaya masyarakat nelayan Pancer untuk mensukseskan acara petik laut, sedangkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi hanya membantu hiburan musik etnik Gandrung Banyuwangi berkalaburasi dengan musik BEC,” tuturnya Husni Thamrin, panitia kegiaatan Petik Laut .

“Sebenarnya masyarakat Pancer mengharap pemerintah bisa membantu bentuk nominal agar masyarakat nelayan Pancer tidak  merasa berat untuk penggalian dana tersebut. Karena biayanya Petik Laut sangat besar, seperti kelengkapan larung sesaji kelaut atau masyarakat lebih suka menyebutnya Petik Laut, ” jelasnya Husni Thamrin.

“Acara Petik Laut Pancer ini kami mengundang Porpimkab Banyuwangi dan Kadis Kelautan dan Perikanan yaitu ; Ir Herry Cahyo Kumolo, serta Porpimcam Pesanggaran. Sayangnya yang kami harapkan kehadiran Bupati Banyuwangi H Abdullah Azwar Anas tidak bisa hadir tapi semua masyarakat nelayan Pancer bersyukur acaranya berjalan lancar dan kondusif tanpa kehadiran Bupati,” tambahnya Husni Thamrin.

Sedangkan Vivin Agustin menjelaskan Pancer adalah nama Dusun Pancer bagian dari wilayah Desa Sumberagung yang masyarakat mata pencaharian sebagai besar nelayan. Jadi keseharianya rezekinya dari laut menangkap ikan. Makanya setiap tahun baru Islam 1 Muharam (1 Suro) mengadakan Petik Laut atau Larung sesaji.

Masyarakat nelayan Pancer nguri-nguri tradisi budaya yang ditinggalkan nenek moyang mereka tetap dijaga dan dilestarikan. Nilai budaya yang terkandung dalam melakukan ritual Petik Laut ini sangat luar biasa.

“Warga menjunjung tinggi dan menjaga Laut mereka yang memberikan rezeki tanpa batas. Dengan adanya tradisi ini, mereka akan menjaga lautan dari perusakan agar terus mendapatkan banyak rezeqi. Tanpa laut, hidup mereka tidak akan berjalan dengan baik, ” jelasnya Vivin Agustin.

“Selain bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa juga menghormati leluhur yang telah mengajarkan mereka cara menangkap ikan dengan benar di lautan. Tradisi yang awalnya hanya untuk syukuran hasil laut yang melimpah mendadak berubah menjadi semacam pesta rakyat. Petik laut menjadi event tahunan yang digarap masyarakat nelayan dengan sangat apik oleh warga lokal. Mereka akan menghabiskan banyak waktu nya untuk menghiasi perahu hingga menyiapkan segala keperluan yang ada hingga lengkap hari Petik Laut berlangsung,” ungkapnya Vivin Agustin.

Kapala Desa Sumberagung itu menambahkan sebagai wujud rasa syukur dan juga hormat kepada alam, banyak warga di Indonesia yang melakukan tradisi Larung sesaji kelaut, khususnya masyarakat nelayan. “Pada bulan – bulan tertentu nelayan atau masyarakat di pesisir pantai melakukan Larung sesaji ke lautan. Salah satu tradisi budaya Larung sesaji yang sudah terkenal di Indonesia adalah Petik Laut. Dampak positifnya masyarakat bisa menjual barang dagangannya yang beraneka ragam bentuk jajanan, mainan anak-anak dan hiburan. Selain berdagang juga untuk menarik wisatawan mancanegara negara hadir di waktu acara Larung sesaji atau Petik Laut semua dapat manfaat nya, ” tutur Vivin Agustin. (Jojo BN)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button