Sertifikat Masal Swadaya Desa Majenang, Kedungpring Lamongan ‘Progam Sengsarahkan Warga’
LAMONGAN, JATIM, BN-Pada tahun 2015 Pemerintah Desa Majenang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan melakukan kerjasama dengan PD BPR Bank Daerah Lamongan untuk melakukan program pelaksanaan sertifikat hak milik (sertifikat masal swadaya) yang disebut program SMS.
Dalam pelaksanaan program tersebut melibatkan Notaris Hj. Erna berkantor di Jl. Sunangiri B-14 Kabupaten Lamongan.
Adapun pelaksanaannya adalah PD BPR Bank Daerah Lamongan memberikan fasilitas dana talangan (kredit) kepada masyarakat masing-masing Dusun Mangunrejo, Dusun Sawahan, Dusun Mejono, Dusun Kranggan Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan.
Dengan adanya program tersebut masyarakat merasa senang dan setuju. Namun di dalam pelaksanaannya program tersebut ternyata sampai dengan kurun waktu 3 tahun lebih, SHM (Sertifikat Hak Milik) tersebut tidak ada wujudnya (belum jadi).
Karena di dalam program SMS menimbulkan berbagai masalah, akhirnya oleh Pemerintah Desa Majenang dialihkan ke program Prona dan program Pendaftaran Tanah Sistematis Langsung (PTSL).
Anehnya ketika program SMS tersebut gagal total beralih ke program Prona dimanfaatkan oleh oknum Pemerintah Desa Majenang dan PD BPR Bank Daerah Lamongan dijadikan ijon/ kesempatan untuk program SMS yang belum menyelesaikan kewajiban ke Bank. Pihak oknum perangkat desa dan bank kemudian melakukan intimidasi penagihan terhadap warga.
Dengan adanya persoalan tersebut warga masyarakat mengadukan permasalahan ini ke Lembaga Perlindungan Konsumen Kabupaten Jombang Jawa Timur.
Menurut keterangan dari Pimpinan LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat) dalam pelaksanaan program SMS (Sertifikat Masal Swadaya) melibatkan PD BPR Bank Daerah dan Notaris apabila dalam pelaksanaan tersebut sampai dengan kurun waktu 3 tahun ternyata SHM tersebut tidak ada realisasinya (tidak jadi), program SMS gagal total sekalipun warga masyarakat diberikan fasilitas talangan (kredit) oleh Bank maka segala sesuatunya yang menyangkut pembiayaan dan kerugian tersebut harus ditanggung sendiri oleh pihak PD BPR Daerah Bank Lamongan, tetapi yang terjadi adalah warga masyarakat dibebani pembayaran denda/ bunga dan keuangan warga harga dikembalikan 30% dan yang 70% tidak dijelaskan.
Warga masyarakat telah dirugikan secara financial sebesar 70% dari total pembayaran karena warga masyarakat hanya menerima 30% dari total pembayaran padahal sertifikat tidak jadi.
Dengan demikian warga masyarakat memiliki track record untuk kredit ini menjadi kredit macet di PD BPR Bank Daerah Lamongan sehingga harus dilakukan penghapusan bukuan.
Track record buruk tersebut menyebabkan warga masyarakat yang ingin mengambil kredit di Bank lain dikategorikan tidak layak (Blacklist) diberikan kredit karena memiliki track record kredit macet.
Kasus tersebut merupakan bentuk dari praktek perbankan yang tidak lazim serta seharusnya tanggung jawab resiko dari operasional produk gagal sebuah bank merupakan tanggung jawab Bank dan Notaris yang tidak dapat menyelesaikan sertifikat juga harus bertanggung jawab.
“Dengan adanya persoalan tersebut, kami dari LPKSM akan menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan kejaksaan Lamongan serta mengirim surat pemberitahuan kepada pihak-pihak yang terkait dengan program tersebut, ini merupakan program yang mengsengsarakan rakyat,” janji ketua LPKSM. (To)